Saturday, July 24, 2010

High School (seems) Never Gonna End and Forgotten

Tahun ini tahun terakhirku di sekolah menengah akhir (amin) dan otomatis tahun terakhir aku ambil andil dalam “penggojlokkan” siswa baru (baca: MOPD -> Masa Orientasi Peserta Didik *tiap tahun ganti deh kayaknya nih istilah hhu). Wow .. entah kenapa aku yakin banget aku bakal merindukan momen-momen, kesempatan ini. Huhu
Tahun lalu, saat aku duduk di kelas XI, aku mendapat kepercayaan menjadi pembimbing kelas. Itu hal yang amat sangat menyenangkan :) Tahun ini, jabatan yang diberikan padaku lebih berat lagi (berapa kilo ya? :P), yaitu HAKIM. Hehe
Padahal dalam 2 tahun terakhir, udah enggak ada jabatan Hakim. Tapi enggak tahu juga deh, kenapa tahun ini diadakan lagi dan kebetulan saya dipercaya untuk menjabatnya bersama 5 teman saya. Alasannya, kami ini:
Cukup konyol, sehari-hari kami dipenuhi kegilaan sedemikian rupa yang membuat kami jauh dari kata “sengak”
Edan semua, kami emang punya penyakit hiperaktif dan enggak bisa jauh-jauh dari yang namanya kenyelenehan,
Enggak segitu galaknya sebenarnya. Kami emang kadang “galak”, tapi hanya di saat-saat tertentu untuk keperluan-keperluan tertentu, karena pada dasarnya kami ini cuma tegas, enggak sok galak gitu
Enggak selalu hidup “lurus” di sekolah sehingga dirasa mampu untuk menjadi hakim yang dituntut untuk menjadi panutan siswa baru (aku curiga, apa jangan-jangan kami ditunjuk biar kami ‘tobat’ ya? Hehe). Sebagai bukti, ada hakim yang sehari-harinya telat sampai-sampai kartu pelanggarannya penuh, ada juga yang sehari-hari enggak pernah nggenahseragamnya, aku sendiri juga enggak jauh-jauh dari predikat murid malas di kelas lantaran sering tidur di kelas, ada juga yang rajin jadi peserta tetap remidi hampir semua mapel, ada juga yang jadi sumber segala informasi sekolah (bigos), ada juga yang di kelas sering jadi seksi keonaran.

Thursday, July 8, 2010

I must say …

I must say that I am now totally not as strong as I was.
Ya, bisa dibilang begini. Atau mungkin, lebih tepatnya, saya bukanlah orang yang sekuat itu. Saya manusia biasa, cewek biasa, yang masih bisa nangis dan yah, we can say, LEMAH.
Selama ini saya memang selalu berusaha, bahkan cenderung ngotot untuk mempertahankan ini semua. Mungkin memang ada saat-saat di mana saya mencoba untuk meyakinkan diri saya untuk bisa tetap berdiri apa pun yang terjadi dan itusemata-mata hanya demi ia dapat merasa lebih enjoy danhappy. Namun, setelah terucap selontar kalimat kejujuran, saya enggak bisa stay strong dan mengemban hal itu lagi.Saya memang masih dan selalu ingin dia bisa enjoy dan happy. Namun, jika kalimat kejujuran yang ia lontarkan itu terjadi, saya enggak yakin saya bisa tetap berdiri. Saya memang pasti akan lebih lega dan bahagia untuknya, tapi saya enggak menjamin saya akan “baik-baik saja”. Sejauh ini, yang saya yakini, saya mungkin akan cukup mudah untuk mendekati “kehampaan kekal” saat saya harus kehilangan lagi.

Stupidity and “Inconsolable”

Saya bisa bilang kalau saya orang yang kelewat idiot. Kelewat bodoh, tapi itu kata saya sih, enggak tahu gimana pendapat orang lain atau mungkin yang ngebaca post ini.
Ceritanya gini, ada seseorang (sebut aja B) yang sehari-hari saya bener-bener perhatiin, pada suatu malam, dia ada kegiatan sampe malem dan dia enggak ngasih kabar sama sekali ke saya.
Ok, saya ngerti sih, dia pasti capek, dsb hingga emang enggak memungkinkan untuk ngasih kabar ke saya. Namun, ya itu tadi, SAYA KELEWAT IDIOT. Jadi saya tetep aja kemat-kemut sendiri kepikiran si B. Hal ini juga sukses membuat saya enggak bisa tidur karena ditambah firasat bahwa saya, dalam beberapa jam ke depan, akan dikejutkan oleh sesuatu yang menyangkut masa lalunya yang nantinya akan membuat saya amat sangat sensitif. Dan benar saja, setelah sukses lelap selama 3 jam, saya terbangun dan menemukan sebuah SMS dari sebuah jejaring sosial yang saya ikuti tentang status si B, yang (menurut feeling) saya adalah perihal masa lalu B yang….Well, yup, his past and it made me pretty sensitive about it ..
And I must say, that is my stupidity..

First Love (and Some Confessions)


Ada banyak hal menjadi arti dari dua kata yang saya angkat menjadi judul ini, contohnya:
Cinta yang pertama kali kita rasakan (orang paling pertama di hidup seseorang membuatnya jatuh cinta)
Cinta yang pertama kali dijalin (pacar pertama)
Cinta yang paling berkesan dan unforgettable (enggak peduli pacar keberapa atau jatuh cinta yang keberapa)
Cinta yang “ajaib” (mengubah hidup seseorang, tapi cenderung ke positif perubahannya)
Dsb yang enggak mungkin saya sebutin semua di sini.
Namun, apa ya sebenarnya arti First Love atau Cinta Pertama itu?
Saya juga enggak bisa nentuin yang mana, tapi kalau saya pribadi sih, menurut saya,
First Love is the first person who really makes us feel and understand what love is and make us stand for it. *welehh malah sok bule … gampangnya,
Cinta pertama itu orang pertama yang bener-bener kita ngerasa dan ngerti apa itu cinta dan membuat kita kuat bertahan dengan cinta itu.
Kalau ditanya dari mana saya dapet teori ini, bisa dibilang harus mengulas pengalaman pribadi nih,, *jiahh curhat euyy…confession … :p